nusakini.com-- “Hubungan Indonesia dan Kamboja sangat erat, bahkan sudah terjalin jauh terutama pada masa dinasti Syailendra dari kerajaan Mataram Kuno dan dimulainya kerajaan Khmer atau Angkor", kemudian pada masa penyebaran agama Islam, para ulama terutama Wali Songo masih keturunan suku Cham yang mendiami wilayah Viet Nam tengah dan selatan, serta Kamboja. Untuk itu, saya mengharapkan dengan hubungan historis yang sangat dekat ini, masyarakat Indonesia dan Kamboja dapat terus bekerja sama meningkatkan people-to-people contacts, terutama bagi umat Islam kedua negara, dengan melakukan serangkaian aktivitas bersama".

Hal tersebut diucapkan oleh Sudirman Haseng, Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Kamboja, pada saat menyelenggarakan acara silaturahmi dan buka puasa bersama dengan para tokoh - tokoh Islam Kamboja di Wisma Duta Besar. 

Hadir dalam acara tersebut sekitar 40 tokoh-tokoh Muslim Kamboja, yaitu Presiden Mufti Kamboja beserta jajarannya, serta para pejabat tinggi Kamboja dari kalangan sipil dan militer, serta pengusaha, diantaranya Zakaryya Adam (Advisor to the Prime Minister), Othsman Hasan (Advisor to the Prime Minister), Chhay Vanna (Senator), dan Sos Mousine (Wakil Menteri Agama).

Adapun tujuan dari diselenggarakannya pertemuan tersebut yaitu untuk menjalin silaturahmi serta melakukan follow up terkait kunjungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke beberapa negara ASEAN termasuk Kamboja, untuk membentuk perhimpunan Da'i serumpun di ASEAN, serta upaya KBRI Phnom Penh untuk membangun kerja sama antara masyarakat Indonesia dan Kamboja, salah satunya mempererat kerja sama dengan umat Islam Kamboja, yang apabila ditelusuri, memiliki ikatan kekeluargaan yang cukup erat. 

Mengingat tokoh-tokoh Muslim Kamboja yang hadir dalam pertemuan tersebut masing-masing memegang jabatan yang penting di bidangnya masing-masing, Dubes RI mengharapkan untuk juga dapat mendukung misi dan kegiatan perwakilan Republik Indonesia di Phnom Penh, dalam rangka meningkatkan kerja sama kedua negara, tidak hanya di bidang agama, namun juga di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kerja sama militer, kepolisian dan lainnya. 

Dukungan tersebut kiranya dapat direalisasikan, terutama pada tahun 2019 dimana Indonesia dan Kamboja merayakan hubungan diplomatik yang ke 60, sehingga peran dan dukungan tokoh-tokoh Muslim Kamboja sangat diperlukan guna mensukseskan berbagai rangkaian kegiatan yang akan diselenggarakan di Kamboja dan Indonesia. Hal ini juga untuk meningkatkan kerja sama antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Kamboja yang telah terlaksana dengan di berbagai sektor pada masa yang akan datang. 

Jumlah penduduk beragama Islam di Kamboja pada saat ini diperkirakan sebesar 5% - 7% dari total penduduk Kamboja, namum pemerintah Kamboja mengeluarkan data statistik yang dengan mengestimasi jumlah populasi Muslim di Kamboja sebesar 2%, dimana 95% penduduk beragama Budha (Theravada dan Mahayana), dan sekitar 3% beragama Kristen, Katholik, dan Hindu. Pada umumnya penganut agama Islam di Kamboja sebagian besar dari suku Cham yang telah mendiami beberapa wilayah di Kamboja pada tahun 1832, setelah kerajaan Champa yang secara lokasi berada di Viet Nam tengah dan selatan, ditaklukkan oleh kerajaan Viet Nam. 

Dalam perkembangannya, penduduk Muslim di Kamboja pada masa rezim Khmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot mengalami berbagai bentuk penyiksaan dengan menangkap dan membunuh sebagian besar masyarakat Muslim Kamboja, serta melakukan pelarangan akan berbagai kegiatan keagamaan dan perkumpulan. Hal ini juga berlaku pada seluruh penduduk beragama di Kamboja. Saat ini, Kerajaan Kamboja dan Pemerintah Kamboja mendukung perkembangan dan pembinaan agama Islam di Kamboja, serta memberikan hak-hak seperti halnya etnis mayoritas Kamboja, yaitu Khmer untuk berpolitik praktis dan dipilih sebagai anggota senat maupun menduduki jabatan tinggi di tingkat eksekutif. (p/ab)